Contact online

Blogger templates

msora

Pages

JAFF

Jurnalistik and Fotografi Family

JAFF

Jurnalistik and Fotografi Family

JAFF

Jurnalistik and Fotografi Family

JAFF

Jurnalistik dan Fotografi Family

JAFF

Jurnalistik and Fotografi Family

JAFF

Jurnalistik and Fotografi Family

Wednesday, January 11, 2012

Sejarah Kamera

Tahukah anda tentang kamera ???

Sebelum kita mengenal kamera,sebaiknya kita mengetahui tentang sejarahnya.

Saat ini kamera dapat menghasilkan sebuah gambar yang dapat langsung kita lihat hasilnya,tidak seperti pada saat awal ditemukaannya kamera konvensional yang merupakan cikal bakal kamera modern saat ini. Secara mendasar prinsip kerja kamera adalah menyimpan gambar dalam sebuah kotak tertutup yang disalahsatu sisinya terdapat lubang kecil yang terkena sinar dari sebuah benda yang ada di depan lubang tersebut sehingga di dalam kotak tersebut terjadi refleksi cahaya yang menghasilkan sebuah gambar.
Sesuai dengan prinsip kerja tersebut pada abad ke-11 ditemukan kamera yang diberi nama Camera Obscura yang artinya Camera = Kamar; Obscura = Gelap. Sejak saat itu para ilmuwan arab telah disibukkan dengan penggunaan-penggunaan kamera tersebut. Sampai pada akhir abad ke 15 Leonardo da Vinci mencoba untuk menguraikan kerja kamar gelap secara terperinci.
Walaupun pada tahun-tahun tersebut belum diketemukan film atau plat yang peka terhadap cahaya (yang dapat merekam gambar), para ilmuwan dan orang-orang harus puas dengan alat itu. Tidak ada yang bisa memastikan siapa yang mula-mula membuat Camera Obscura, banyak ilmuwan di zamannya yang menulis tentang alat itu seperti Ibnu al Haitam, Roger Bacon, Copernicus, Kepler, Leonardo da Vinci, Newton dll.
Barulah pada akhir abad ke 16, seorang ilmuwan dan penulis bernama Giovanni Battista della Porta mencoba mengadakan eksperimen dengan menggunakan sebuah lensa sederhana untuk mempertajam proyeksi bayangan yang masuk melalui lubang. Walaupun hasilnya masih jauh dari sempurna, namun langkah ini telah menandai mulai digunakannya sebuah lensa dalam pengembangan camera obscura.
Ruangan atau kotak yang gelap itu disebut dengan Camera Obscura, dimana camera berarti sebuah kamar atau ruangan dan obscura berarti gelap dan kata kamera tersebut dipakai sebagai alat untuk memotret.
Awal kelahiran fotografi dimulai kurang lebih abad ke-17 dan prosesnya tidak jauh berbeda dengan fotografi sekarang ini, namun sejak kapan kamera tersebut ditemukan atau dibuat tidak ada yang dapat memastikan. Aristoteles mengatakan bahwa cahaya yang melewati lubang kecil akan membentuk kesan atau gambar atau image. Pada abad ke-10 ilmuwan Arab Al Hansen, memperkuat prinsip dasar tersebut. Gambar pertama tentang kamera tersebut baru dibuat oleh Reinerus Gemma Prisius, dan kamera pada jaman tersebut merupakan dark room ( ruangan yang gelap ).
Giovanni Battista Della Porta ilmiawan dari Itali membuat camera obscura, dan kata kamera tersebut dipakai sebagai alat untuk memotret.Kamera ini kemudian diberi lensa dan pada zaman Renaissance kamera ini dipergunakan sebagi alat bantu dalam dunia seni lukis.
Pada abad ke-17, kamera obscura tidak merupakan suatu ruangan yang besar, namun sudah menjadi sebuah kotak yang mudah untuk dibawa dan dipindahkan. Dan pada zaman tersebut kotak tersebut dilengkapi oleh ground glass, sehingga dengan alat tersebut dapat untuk menggambar atau melukis di atas lembaran kertas yang tembus cahaya.

Johann Zahn kemudian membuat sebuah kamera dengan tinggi 9 inchi dan panjang 2 feet dengan menggunakan lensa, ground glass dan dilengkapi dengan focus ( pengatur jarak ), diafragma, dan ( mirror )cermin. Dengan penemuan baru tersebut mulailah kamera tersebut dikenal oleh kita.
Setelah penemuan tentang kamera, kemudian pada tahun 1604 oleh Anglo Sala pria berkebangsaan Itali, benih pembuatan film baru dimulai. Dia melakukan percobaan dengan campuran perak yang dicahayai oleh sinar matahari sehingga terjadi perubahan warna seiring dengan bereaksinya campuran perak tersebut.
Pada abad ke-18, seorang profesor kedokteran University of Aldorf di Jerman berhasil membuat gambar negatif. Walaupun gambar tersebut tidak dapat bertahan lama, karena pada waktu itu tidak ada cara atau metode yang dapat mempertahankan perubahan warna yang dikarenakan adanya pengaruh cahaya.
Tahun 1725, Johan Hendrich Schulze melakukan percobaan lagi dengan larutan perak nitrat.Larutan perak nitrat ini didiamkan beberapa menit dalam lempengan yang kemudian larutan tersebut berubah warna menjadi ungu tua yang terkena oleh matahari sedangkan yang tidak terkena matahari tetap berwarna keputih-putihan. Percobaan yang selanjutnya dengan botol yang dibalut dan berisi larutan perak nitrat dan kertas stensil yang dijemur di panas matahari beberapa menit. Ketika kertas stensil dibuka tampak gambar negatif, inilah awal dari film negatif dan inipun tidak berhasil karena tidak dapat menghentikan proses antara larutan perak dengan sinar matahari.Dan kemudian dia menyimpulkan bahwa larutan perak nitrat merupakan senyawa yang peka cahaya.


Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda ...

:D

Bagian-Bagian Kamera

Sebuah kamera minimal terdiri atas:



  • Kotak yang kedap cahaya (badan kamera)


  • Sistemlensa


  • Pemantik potret (shutter)

  • Pemutar film


Badan kamera


Badan kamera adalah ruangan yang sama sekali kedap cahaya, namun dihubungkan dengan lensa yang menjadi satu-satunya tempat cahaya masuk. Di dalam bagian ini cahaya yang difokuskan oleh lensa akan diatur agar tepat mengenai dan membakar film.

Di dalam kamera untuk tujuan seni fotografi, biasanya ditambahkan beberapa tombol pengatur, antara lain:



  • Pengatur ISO/ASA Film.


  • Shutter Speed.

  • Aperture (Bukaan Diafragma).


Jika diperlukan bisa pula ditambah peralatan:



  • Blitz (atau lebih umum disebut lampu kilat atau flash)


  • Tripod

  • Lightmeter


Sistem lensa


Sistem lensa dipasang pada lubang depan kotak, berupa sebuah lensa tunggal yang terbuat dari plastik atau kaca, atau sejumlah lensa yang tersusun dalam suatusilinder logam.

Tingkat penghalangan cahaya dinyatakan dengan angka f, atau bukaan relatifnya. Makin rendah angka f ini, makin besar bukaannya atau makin kecil tingkat penghalangannya. Bukaan ini diatur oleh jendela diafragma. Bukaan relatif diatur oleh suatu diafragma. Untuk kamera SLR, lensa dilengkapi dengan pengatur bukaan diafragma yang mengatur banyaknya cahaya yang masuk sesuai keinginan fotografer.

Jenis lensa cepat ataupun lensa lambat ditentukan oleh rentang nilai F yang dapat digunakan.

Disamping lensa biasa, dikenal juga lensa sudut lebar (wide lens), lensa sudut kecil (tele lens), dan lensa variabel (variable lens, atau oleh kalangan awam disebut dengan istilah lensa zoom.

Lensa sudut lebar mempunyai jarak fokus yang lebih kecil daripada lensa biasa. Namun sebutan itu bergantung pada lebarnya film yang digunakan. Untuk film 35 milimeter, lensa 35 milimeter akan disebut lensa sudut lebar, sedangkan lensa 135 milimeter akan disebut lensa telefoto.

Lensa variabel dapat diubah-ubah jarak fokusnya, dengan mengubah kedudukan relatif unsur-unsur lensa tersebut. Lensa akan memfokuskan cahaya sehingga dihasilkan bayangan sesuai ukuran film. Lensa dikelompokkan sesuai panjang focal length (jarak antara kedua lensa).

Focal lenght memengaruhi besar komposisi gambar yang mampu dihasilkan. Dalam masyarakat umum, lebih dikenal dengan istilah zoom.

Pemantik Potret


Tombol pemantik potret atau shutter dipasang di belakang lensa atau di antara lensa. Kebanyakan kamera SLR mempunyai mekanisme pengatur waktu untuk memungkinkan mengubah-ubah lama bukaan shutter. Waktu ini ialah singkatnya pemetik potret itu membuka, sehingga memungkinkan berkas cahaya mengenai film.

Beberapa masyarakat awam menganggap kemampuan kamera sebanding dengan besarnya nilai maksimum shutter speed yang bisa digunakan.

Bagian lain


Bagian lain sebuah kamera, antara lain:



  1. Mekanisme memutar film gulungan agar bagian-bagian film itu bergantian dapat disingkapkan pada objek


  2. Mekanisme fokus yang dapat mengubah-ubah jarak antara lensa dan film,


  3. Pemindai komposisi pemotretan (range finder) yang menunjukkan apa saja yang akan terpotret serta apakah objek utama akan terfokuskan

  4. lightmeter untuk membantu menetapkan kecepatan pemetik potret dan atau besarnya bukaan, agar banyaknya cahaya yang mengenai film cukup tepat sehingga diperoleh bayangan atau gambar yang memuaskan.


Beberapa kamera, terutama jenis kamera poket biasanya tidak memiliki salah satu dari bagian-bagian tersebut.


Referensi :

Mengapa Kita Memotret? – Why We Take Pictures?

Ketika seseorang melihat selembar foto, apa sebenarnya yang ia lihat? Hanya gambarnya atau cerita dalam gambar tersebut? Atau pesan tertentu dari simbolisasi sebuah gambar? Atau kenangan tertentu?


 Pada dasarnya selembar foto adalah media ungkapan berkomunikasi seorang fotografer kepada pengamat/penikmat foto tersebut. Sebuah foto adalah ungkapan bahasa gambar/visual seseorang. Jika kita mengarahkan kamera ke suatu obyek tertentu, dalam benak pemotret akan muncul keinginan memperlihatkan hasil fotonya kepada “seseorang”. Seseorang di sini bisa dirinya sendiri sebagai penikmat, maupun public secara luas.


Keingian bercerita terkadang menjadi kebutuhan seseorang. Sehingga pada saat itulah foto menjadi alat untuk berkomunikasi, sebagai media untuk bercerita. Dengan foto, seseorang dapat bercerita lebih akurat tentang suatu peristiwa, kegiatan, ekspresi, kenangan, nostalgia, bahkan berbagi ide atau gagasan. Jika ungkapan berbahasa yang disampaikan tidak jelas, maka arti dari peristiwa tersebut pun menjadi kabur. Untuk dapat mengungkapkan secara baik melalui foto, maka tata bahasa yang digunakan pun harus tepat dan sesuai dengan konteksnya. Tata bahasa dalam bahasa visual fotografi meliputi penerapan teknik, komposisi dan tata cahaya, serta estetika. Aplikasi yang tepat menyebabkan seorang pengamat akan memahami dan mengerti arti ungkapan fotografernya.


Banyak ragam informasi yang dapat diungkapkan pemotret kepada audiensnya, sehingga muncul istilah-istilah dan kategori dalam fotografi yang mengacu pada obyek pemotretannya, seperti: foto pemandangan, foto anak, foto model, foto still life (alam benda), foto produk, foto arsitektur, dan sebagainya. Selain itu muncul juga istilah dalam fotografi yang mengaju pada tujuan pemotretannya, misal: foto komersial, foto seni, foto dokumentasi, foto jurnalistik, foto salon, dan lain sebagainya. Meskipun demikian pengkotakan kategori tersebut bersifat relatif.


Monday, January 9, 2012

Foto Murni vs Digital Imaging

Dengan perkembangan gadget atau peralatan/perlengkapan fotografi saat ini,  sangat memungkinkan siapapun bisa memotret. Bisa memotret dengan mudah, dengan lebih murah, dan dengan cepat mendapatkan hasil foto yang lebih baik. Dengan cukup memiliki kamera digital atau pocket biasa saja, siapapun bisa memotret sepuasnya. Tak perlu kamera SLR/DSLR lagi. Apalagi yang sudah punya SLR/DSLR harusnya bisa lebih mantab bukan?! Nah, dengan kondisi ini, akhirnya memunculkan prinsip baru dalam dunia fotografi, yaitu “prinsip asal jepret“. Maksudnya, jeprat-jepret dulu saja, hasil belakangan. Kebiasaan yang ada, jika dilihat di layar LCD kamera kurang bagus, langsung hapus! Terus, tinggal jepret lagi dan lagi deh…


Terus, ada lagi. Jika kurang puas dengan hasil dari kamera langsung, foto digital bisa dengan mudah diolah dengan piranti atau software pengolah gambar, seperti Photoshop yang paling familier. Nah, bagi yang ingin serius mendalami dunia fotografi, hati-hatilah dengan prinsip ini (prinsip asal jepret). Kalau ikut-ikut prinsip ini, kita bisa-bisa malah bukannya jadi fotografer profesional (ini bagi yang ingin serius belajar fotografi lho…), tapi nanti malah jadi DI-ers, atau seorang pengolah gambar (digital imageer? photoshoper? digital imaging art? atau apalah sebutannya). Tapi itu sih pilihan, tergantung kitanya mau gimana…


 Oleh karena itulah, kali ini kita akan sedikit mengulas tentang Foto Murni Vs Digital Imaging.


Foto Murni, itu adalah foto asli yang dihasilkan langsung dari kamera, baik kamera analog, semi-analog, maupun digital, tanpa editan atau olahan sama sekali. Foto seperti ini murni/asli karya dari hasil hitungan teknis di kamera yang tepat. Pokoknya original deh! Sedangkan, untuk “Foto DI (Digital Imaging = olah digital) adalah foto yang sudah diedit atau diolah dengan menggunakan piranti atau software pengolah gambar, seperti Photoshop, Lightroom, ACDsee, dan lain sebagainya. Bahkan, tempat/lokasi, moment, atau apapun yang sebenarnya tidak ada di dunia ini, menjadi ada dengan diolah sedemikian rupa.


 Mengulas masalah seperti ini, bukan berarti kita termasuk fotografer yang anti olahan. Tidak ada yang salah dengan dua jenis karya foto ini. Tidak ada yang buruk salah satu atau dua. Keduanya baik dan sangat dibutuhkan, baik yang murni maupun yang DI. Namun, yang harus kita perhatikan ketika kita ingin serius menggeluti dunia fotografi langkah awalnya adalah tetap mengutamakan terlebih dahulu menghasilkan foto yang terbaik dan semurni mungkin dari kamera kita. (INGAT, ini khusus bagi yang ingin mendalami fotografi dengan modal kamera yang kita miliki) Jadi, mari kita kuasai betul-betul dengan detil gadget atau peralatan kamera yang kita miliki.


Hitung, pertimbangkan, dan seriusi kamera kita. Sisi pencahayaan (lighting), komposisi (compotition), angle, saturation, diafragma, white balance (WB), dan lain sebagainya. Yakinkan terlebih dahulu, bahwa kita telah benar-benar bisa menghasilkan foto terbaik seperti yang kita butuhkan. Jawablah pertanyaan mendasar ini sebelum kita memotret;


􀂃 Untuk apa kita buat foto yang kita hasilkan?


􀂃 Mau digunakan untuk apa?


􀂃 Atau, mau diapakan hasil foto kita setelah kita jepret?


Nah, setelah itu terjawab, dan yakin bahwa hasil kita telah sesuai dengan yang kita butuhkan, baru kita bermain di software pengolah gambar sesuai kebutuhan selanjutnya. Bayangkan saja, kalau kita diawal sudah menghasilkan foto yang cukup baik, maka olahannya pun lebih mudah dan lebih cepat bukan? Ngeditnya lebih ringan, lebih sedikit, dan tak butuh waktu lama di depan komputer.


 


Berdasarkan pengalaman, olah digital sangat dibutuhkan. Terkadang, beberapa kesalahan minor, seperti wajah sedikit berjerawat perlu kita kurangi, foto yang sedikit gelap perlu kita seimbangkan cahayanya, komposisi yang kurang pas perlu kita crop, pengaturan kontras perlu kita atur level dan colornya, dan lain sebagainya.


Sehebat apapun kita punya keahlian olah digital, jika foto yang ingin kita olah ‘dibawah standar’ atau, katakan saja buruk, dijamin pasti jengkel rasanya kita di depan komputer kan? Bisa-bisa seharian kita di depan komputer hanya untuk ngolah satu foto. Entahlah, semoga saja ini hanya merupakan pendapat kami yang masih awam ini. Dan, mungkin saja kami salah. Tapi semoga tetap bermanfaat ya… hehe . . . .

Cara Wawancara Dengan Baik, Benar & Efektif

Kegiatan wawancara sebenarnya menjadi efektif dan efisien apabila Anda mengetahui teknik dan rencana wawancara dengan benar. Jika Anda melakukan wawancara terhadap seseorang, Anda dapat memakai teknik individual atau perorangan. Kegiatan wawancara ini bisa sedikit berbeda tergantung pada orang, tempat, waktu, dan hal yang dibicarakan.



Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan serbelum melakukan wawancara,yaitu:


 1. Menghubungi orang yang akan diwawancara, baik langsung maupun tidak langsung dan pastikan kesediaannya untuk diwawancarai.


2. Persiapkan daftar pertanyaan yang sesuai dengan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dalam wawancara.Ada 6 unsur berita yang biasanya sering digunakan untuk menyusun pertanyaan, yaitu 5W + 1H


3. Berikan kesan yang baik, misalnya datang tepat waktu sesuai perjanjian.
4. Perhatikan cara berpakaian, gaya bicara, dan sikap agar menimbulkan kesan yang simpatik.


Pada saat wawancara Anda perlu memperhatikan pegangan umum pelaksanaan wawancara berikut ini.


 1. Jelaskan dulu identitas Anda sebelum wawancara dimulai dan kemukakan tujuan wawancara.


2. Mulai wawancara dengan pertanyaan yang ringan dan bersifat umum. Lakukanlah pendekatan tidak langsung pada persoalan, misalnya lebih baik tanyakan dulu soal kesenangan atau hobi tokoh


3. Sebutkan nama narasumber secara lengkap dan bawalah buku catatan, alat tulis, atau tape recorder saat melakukan wawancara.


4. Dengarkan pendapat dan informasi secara saksama, usahakan tidak menyela agar keterangan tidak terputus. Jangan meminta pengulangan jawaban dari narasumber.


5. Hindari pertanyaan yang berbelit-belit.


6. Harus tetap menjaga suasana agar tetap informative.


7. Harus pandai mengambil kesimpulan, artinya tidak semua jawaban dicatat.


8. Beri kesan yang baik setelah wawancara. Jangan lupa mohon diri dan ucapkan terima kasih dan mohon maaf!


9. Selain itu, kita harus mengetahui betul apa tujuan wawancara.


Penyajian Atau Pembuatan Laporan Hasil Wawancara

Hal-hal yang harus diperhatikan agar tulisan hasil wawancara menarik bagi para pembaca adalah:


1. Kata-kata yang diucapkan narasumber hendaknya ditulis apa adanya. Hal ini akan membuat cerita tersebut hidup. Seolaholah narasumber langsung bercerita pada setiap pembaca. Keterangan mengenai keadaan sekitar narasumber membantu pembaca untuk melihat narasumber ketika diwawancarai.


2. Kejadian-kejadian, keterangan-keterangan, dan pendapatpendapat yang diberikan narasumber mempunyai bobot terhadap tulisan, namun usahakanlah agar lebih jeli dalam penyampaiannya.


3. Wawancara menjadi efektif jika tujuan pewawancara jelas, yaitu untuk memberi informasi, hiburan, bimbingan praktis, atau laporan.


4. Penyajian hasil wawancara sebenarnya tergantung pada pewancara, bisa berupa narasi, dialog, esai, deskripsi, dan sebagainya.