Contact online

Blogger templates

msora

Pages

Monday, January 9, 2012

Foto Murni vs Digital Imaging

Dengan perkembangan gadget atau peralatan/perlengkapan fotografi saat ini,  sangat memungkinkan siapapun bisa memotret. Bisa memotret dengan mudah, dengan lebih murah, dan dengan cepat mendapatkan hasil foto yang lebih baik. Dengan cukup memiliki kamera digital atau pocket biasa saja, siapapun bisa memotret sepuasnya. Tak perlu kamera SLR/DSLR lagi. Apalagi yang sudah punya SLR/DSLR harusnya bisa lebih mantab bukan?! Nah, dengan kondisi ini, akhirnya memunculkan prinsip baru dalam dunia fotografi, yaitu “prinsip asal jepret“. Maksudnya, jeprat-jepret dulu saja, hasil belakangan. Kebiasaan yang ada, jika dilihat di layar LCD kamera kurang bagus, langsung hapus! Terus, tinggal jepret lagi dan lagi deh…


Terus, ada lagi. Jika kurang puas dengan hasil dari kamera langsung, foto digital bisa dengan mudah diolah dengan piranti atau software pengolah gambar, seperti Photoshop yang paling familier. Nah, bagi yang ingin serius mendalami dunia fotografi, hati-hatilah dengan prinsip ini (prinsip asal jepret). Kalau ikut-ikut prinsip ini, kita bisa-bisa malah bukannya jadi fotografer profesional (ini bagi yang ingin serius belajar fotografi lho…), tapi nanti malah jadi DI-ers, atau seorang pengolah gambar (digital imageer? photoshoper? digital imaging art? atau apalah sebutannya). Tapi itu sih pilihan, tergantung kitanya mau gimana…


 Oleh karena itulah, kali ini kita akan sedikit mengulas tentang Foto Murni Vs Digital Imaging.


Foto Murni, itu adalah foto asli yang dihasilkan langsung dari kamera, baik kamera analog, semi-analog, maupun digital, tanpa editan atau olahan sama sekali. Foto seperti ini murni/asli karya dari hasil hitungan teknis di kamera yang tepat. Pokoknya original deh! Sedangkan, untuk “Foto DI (Digital Imaging = olah digital) adalah foto yang sudah diedit atau diolah dengan menggunakan piranti atau software pengolah gambar, seperti Photoshop, Lightroom, ACDsee, dan lain sebagainya. Bahkan, tempat/lokasi, moment, atau apapun yang sebenarnya tidak ada di dunia ini, menjadi ada dengan diolah sedemikian rupa.


 Mengulas masalah seperti ini, bukan berarti kita termasuk fotografer yang anti olahan. Tidak ada yang salah dengan dua jenis karya foto ini. Tidak ada yang buruk salah satu atau dua. Keduanya baik dan sangat dibutuhkan, baik yang murni maupun yang DI. Namun, yang harus kita perhatikan ketika kita ingin serius menggeluti dunia fotografi langkah awalnya adalah tetap mengutamakan terlebih dahulu menghasilkan foto yang terbaik dan semurni mungkin dari kamera kita. (INGAT, ini khusus bagi yang ingin mendalami fotografi dengan modal kamera yang kita miliki) Jadi, mari kita kuasai betul-betul dengan detil gadget atau peralatan kamera yang kita miliki.


Hitung, pertimbangkan, dan seriusi kamera kita. Sisi pencahayaan (lighting), komposisi (compotition), angle, saturation, diafragma, white balance (WB), dan lain sebagainya. Yakinkan terlebih dahulu, bahwa kita telah benar-benar bisa menghasilkan foto terbaik seperti yang kita butuhkan. Jawablah pertanyaan mendasar ini sebelum kita memotret;


􀂃 Untuk apa kita buat foto yang kita hasilkan?


􀂃 Mau digunakan untuk apa?


􀂃 Atau, mau diapakan hasil foto kita setelah kita jepret?


Nah, setelah itu terjawab, dan yakin bahwa hasil kita telah sesuai dengan yang kita butuhkan, baru kita bermain di software pengolah gambar sesuai kebutuhan selanjutnya. Bayangkan saja, kalau kita diawal sudah menghasilkan foto yang cukup baik, maka olahannya pun lebih mudah dan lebih cepat bukan? Ngeditnya lebih ringan, lebih sedikit, dan tak butuh waktu lama di depan komputer.


 


Berdasarkan pengalaman, olah digital sangat dibutuhkan. Terkadang, beberapa kesalahan minor, seperti wajah sedikit berjerawat perlu kita kurangi, foto yang sedikit gelap perlu kita seimbangkan cahayanya, komposisi yang kurang pas perlu kita crop, pengaturan kontras perlu kita atur level dan colornya, dan lain sebagainya.


Sehebat apapun kita punya keahlian olah digital, jika foto yang ingin kita olah ‘dibawah standar’ atau, katakan saja buruk, dijamin pasti jengkel rasanya kita di depan komputer kan? Bisa-bisa seharian kita di depan komputer hanya untuk ngolah satu foto. Entahlah, semoga saja ini hanya merupakan pendapat kami yang masih awam ini. Dan, mungkin saja kami salah. Tapi semoga tetap bermanfaat ya… hehe . . . .

0 comments:

Post a Comment